Header Ads

Breaking News
recent

Bunga Hop "bunga yang berpotensi jadi obat kanker"


Hop, sekumpulan bunga betina atau strobilus dari spesies hop, Humulus lupulus, yang dipakai dalam campuran bir ternyata dapat berpotensi sebagai obat. Menurut penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Angewandte Chemie International, hob dapat digunakan untuk mengobati diabetes, peradangan dan beberapa jenis kanker.

Hop umumnya digunakan sebagai perasa dan penstabil rasa bir yaitu dengan menambah rasa pahit dan asam pada bir. Dengan menambahkan hop pada bir, rasa bir menjadi semakin kuat.

Sebuah penelitian baru menemukan bahwa ada senyawa pahit tertentu dalam hop yaitu humulones, yang berpotensi menjadi obat. Namun bukan berarti hal ini membuat bir juga bermanfaat sebagai obat obat.

Penulis penelitian mengatakan dalam rilisnya, "Konsumsi bir yang berlebihan tidak dapat direkomendasikan untuk kesehatan yang lebih baik. Hanya humulones yang terisolasi, berikut turunannya, yang dapat memberikan manfaat bagi kesehatan."

Para peneliti menemukan konfigurasi molekul dari senyawa humulones dengan proses yang disebut X-ray kristalografi, sebuah teknik yang dikembangkan pada awal abad 20. Ternyata, selama proses pembuatan bir, molekul-molekul senyawa ini mengalami penyusunan ulang, yaitu menjadi susunan cincin dengan lima atom karbon, bukannya enam.

Dengan melihat konfigurasi molekul selama proses pembuatan bir, para peneliti mampu untuk menentukan molekul mana yang sesuai dengan rasa pahit dalam bir. Alhasil, mereka dapat menentukan susunan atom mana yang paling efektif dalam mengobati penyakit. Hal ini penting untuk dilakukan mengingat keefektifan senyawa dalam mengobati penyakit.

"Sekarang kami mendapatkan hasil yang tepat, apa yang terjadi saat hop memberikan rasa pahit dalam proses pembuatan bir menjadi lebih masuk akal," ujar Werner Kaminsky, peneliti dan profesor kimia University of Washington.

Para peneliti dapat menemukan cara untuk mengkombinasikan molekul ini dengan bahan kimia lain untuk membuat obat, seperti obat anti-diabetes. Namun masih perlu penelitian lebih lanjut.


semoga bermanfaat
sumber: health.kompas

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.